Nama : Irwan Hidayat
Lahir : Yogyakarta, 23 April 1947
Riwayat Pendidikan : SD Kristen 2 Ligu, Semarang
: SMP Masehi Sidodadi, Semarang
: SMA Karang Turi, Semarang
Istri : Shinta Ekoputri Sujarwo
Anak-anak : Y. Maria Reviani Hidayat
: M. Mario Arnaz Hidayat
: J. Marco Jonathan Hidayat
Pekerjaan : Presiden Direktur PT Sidomuncul
Alamat Kantor : Jalan Soekarno Hatta, Jakarta, Indonesia
A. Sejarah Kehidupan Irwan Hidayat
Irwan Hidayat merupakan salah satu generasi penerus perusahaan jamu PT Sidomuncul. Bisnis jamu Sidomuncul, pertama kali digeluti oleh neneknya pada tahun 1940-an. Sejak pertama kali didirikan, Sidomuncul merupakan usaha keluarga yang dikelolah turun-temurun. Awalnya sang nenek hanya membuat jamu di dalam ruangan yang tidak begitu besar dan dibantu oleh tiga orang pekerja. Irwan sendiri adalah generasi ketiga yang kini masih memegang pucuk pimpinan perusahaan.
Irwan Hidayat merupakan anak pertama dari lima bersaudara pasangan Yahya Hidayat (Alm) dan Desy Sulistyo (81). Irwan lahir di kota yang masih kental dengan nuansa budaya Jawa, yakni Yogyakarta pada 23 April 1947. Sebagai anak sulung, Irwan dituntut untuk menjadi panutan dan pembimbing bagi keempat adiknya. Peran Irwan semakin mendominasi dalam keluarga setelah sang ayah meninggal pada tahun 1971. Tepatnya ketika Irwan masih berumur 24 tahun. Sejak itulah, Irwan menjadi anak yang akan mewarisi bisnis keluarga sebagai produsen jamu tradisional. Bersama keempat adiknya, Irwan mengelola Sidomuncul.
Yogyakarta hanya menjadi kota kelahiran Irwan. Pasalnya, pada tahun 1949, pihak keluarga memutuskan untuk pindah ke Semarang dalam rangka mengembangkan bisnis jamu tradisional. Irwan lalu masuk di SD Kristen 2 Ligu, Semarang. Setamat SD, ia kemudian melanjutkan ke SMP Masehi Sidodadi dan SMA Karang Turi di kota yang sama. Setelah menyelesaikan bangku sekolah pada tahun 1965, Irwan memutuskan untuk pindah ke Jakarta. Ia memutuskan untuk melanjutkan kuliah di Universitas Trisakti. Seperti kebiasaan awal kuliah pada umumnya, setiap mahasiswa baru diharuskan untuk mengikuti masa pengenalan kampus.
Kala itu, Irwan mengaku tidak menyukai kondisi pengenalan kampus yang kerap disebut Mapram atau Ospek tersebut. Irwan langsung memutuskan untuk tidak melanjutkan niat belajarnya dan mengenyam titel sarjana. Meski pendidikannya hanya sampai tingkat SMA, Irwan tetap mampu memimpin perusahaan keluarga dan berkambang pesat hingga sekarang. Dengan segala pengalaman yang didapat dari generasi sebelumnya, Irwan berusaha mengembangkan produk jamu agar tidak dipandang sebelah mata sebagai obat tradisional saja. Setelah memutuskan untuk tidak melanjutkan kuliah, Irwan akhirnya memutuskan untuk lebih berkonsentrasi pada bisnis keluarga tersebut.
B. Proses Menjalankan Perusahaan
Awalnya, Sido Muncul tidaklah terlalu istimewa, sama saja seperti industri jamu lain yang ribuan jumlahnya dengan beragam merek. Irwan Hidayat (kelahiran Wakil Presiden Republik Indonesia (1972-1978) Yogyakarta tahun 1947), bersama empat orang adiknya sebagai generasi ketiga pemilik Sido Muncul, menerima warisan perusahaan pada tahun 1972 sesungguhnya sedang dalam keadaan kurang menguntungkan.
Perusahaan menanggung utang dan hampir tak memiliki aset yang berarti. Utang bahan baku, kalau dihitung-hitung, itu setara dengan 30 bulan omzet perusahaan. Aset pabrik hanya 600 meter persegi, itupun tanpa memiliki sebuah mesin pun. Irwan Hidayat, Presiden Direktur PT Sido Muncul, menggambarkan kondisi perusahaan yang demikian apa adanya sebagai warisan keluarga yang harus diselamatkan.
Sebagai Pengusaha bisnis keluarga yang dikelola turun-temurun, Irwan Hidayat mencoba tetap bertahan menghadapi pasang surut bisnis jamu. Dia percaya akan ada titik terang yang akan mencerahkan harapan dan kepercayaannya kepada industri jamu, sebuah produk tradisional khas Indonesia yang berfungsi menjaga kesehatan dan merawat kecantikan tubuh manusia. Karena jamu merupakan warisan nenek-moyang, yang sudah mendarah-daging di hati segenap warga masyarakat, wajar jika Irwan berharap masyarakat masih akan memberikan kepercayaan kepada jamu. Hingga tahun 1993 terang itu masih belum ditemukan.
Mau belajar Irwan lalu menyadari bahwa telah terdapat banyak kesalahan yang pernah dilakukannya hanya karena ketidaktahuan. Di tahun 1993, secara tak terduga ia memperoleh pelajaran sangat berharga justru dari orang gila. Orang gila ini dengan terus terang menyebutkan bahwa jamu yang dibuat Irwan Hidayat pahit, tidak enak. Irwan kemudian berpikir keras bagaimana membuat jamu yang disukai. Pelajaran berharga lain masih diperolehnya. Dari biro iklan yang menolaknya mengajarkan, bahwa menjalankan
bisnis harus dengan hati nurani. Dan dari tukang bajaj, diperolehnya pelajaran yang mengajarkan setiap kita mempunyai tanggungjawab sosial, beribadahlah dengan hati, bukan sekedar kewajiban.
Irwan berkesimpulan perusahaannya sebagai pioner industri jamu modern harus memiliki visi memberi manfaat lebih banyak kepada masyarakat, dan tidak mengejar keuntungan semata. Berdasarkan rasa tanggungjawab sosial itulah, Sido Muncul mengambil inisiatif memberikan anugerah tahunan Sido Muncul Award kepada setiap individu yang rela memberikan sebagian hidupnya untuk membantu sesama yang kurang beruntung, atau kepada individu yang peduli dan peka terhadap masalah sosial.
Di lain masa ketidaktahuan lain justru pernah menyelamatkan Irwan Hidayat. Tahun 1997 ketika banyak industri dan pelaku usaha terseok-seok karena hantaman badai krisis melanda ekonomi Indonesia, Sido Muncul justru membangun pabrik jamu modern dengan sertifikasi industri farmasi. Ia, yang tidak mempunyai utang dalam dolar AS, itu nekat membangun pabrik. Karena tidak tahu, dari Rp 15 miliar uang yang dianggarkan biaya pembangunan pabrik, itu membengkak menjadi Rp 30 miliar.
Selain pabrik, laboratorium Sido Muncul juga distandarkan dengan laboratorium farmasi. Di kawasan pabrik seluas 32 hektar dia membangun laboratorium seluas 3.000 meter persegi berbiaya Rp 2,5 miliar, pabrik seluas tujuh hektar, termasuk pabrik mie. Di areal sama ikut dikembangkan sarana agrowisata seluas 1,5 hektar.
Makna kenekatan karena ketidaktahuan telah menyelamatkan, itu baru dimaknai oleh Irwan Hidayat setelah memperoleh buah dari kerja kerasnya. Tahun 2000 Departemen Kesehatan memberikan sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) kepada PT Sido Muncul, sertifikat yang biasanya diberikan hanya kepada industri farmasi. Dengan CPOB lisensi pembuatan jamu Sido Muncul disetarakan dengan lisensi obat-obatan produksi industri farmasi. Karenanya, jika Sido Muncul yang industri jamu memperoleh sertifikat CPOB, ini adalah sebuah lompatan besar. Sebab sebelumnya kepada industri sejenis sertifikat paling tinggi yang pernah diberikan pemerintah adalah Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB).
Berdasarkan lisensi sertifikat COPB Irwan Hidayat menjadi berani lantang menyebutkan, "Kini kami siap menghadapi persaingan global." Dengan CPOB "gengsi" jamu terangkat menjadi setara dengan obat. Atau, paling tidak jamu menjadi obat alternatif yang terbukti dapat diuji secara klinis keabsahan dan keilmiahannya sebagai obat. Dengan CPOB terbuka pula pasar yang seluas-luasnya bagi setiap jamu produksi Sido Muncul. PT Sido Muncul kini memiliki 150 item produk jamu baik yang bermerek (branded) maupun yang generik. Sedikit diantara produk bermerek unggulan Sido Muncul, antara lain Kuku Bima, Tolak Angin, Kunyit Asem, Jamu Komplit, Jamu Instan, STMJ, Anak Sehat, dan lain-lain.
Kelengkapan infrastruktur pabrik dan beragam produk untuk konsumsi masyarakat mulai dari kalangan bawah hingga atas, memberi kesempatan kepada Irwan untuk tinggal menggenjot pemasaran. Tak seperti kebanyakan direktur perusahaan lain Irwan Hidayat dengan rendah hati mau melepas jas dan dasi untuk keluar-masuk atau blusak-blusuk ke pasar-pasar tradisional yang pastinya beraroma khas tidak mengenakkan. Ia ingin mengetahui peta pasar produk-produk Sido Muncul, memahami persoalan yang muncul di lapangan, sekaligus berdialog dan bertatap muka langsung dengan para pedagang dan penjaja jamu gendong. Pada sisi lain, Irwan ingin agar para pedagang merasa terhormat ketika dikunjungi.
Keterbatasan pasar adalah kendala klasik yang dialami hampir oleh seluruh industri jamu di tanah air. Sebuah keterbatasan yang bermula dari kekurangpercayaan masyarakat terhadap jamu secara utuh. Ketidakpercayaan muncul sebab tak ada rujukan resmi untuk bertanya atau konsultasi tentang jamu. Jika obat-obatan farmasi mengenal dokter, demikian pula obat tradisional keluaran China mengenal istilah sinshe sebagai pengobat, tidak demikian halnya dengan jamu. Jamu tidak mengenal istilah tabib jamu, dokter jamu, sinshe jamu, atau pengobat jamu yang bisa berperan membangun kepercayaan publik bahwa jamu punya kredibilitas dalam hal kebersihan, uji toksisitas (tingkat peracunan), dan syarat-syarat lain yang harus dipenuhi oleh setiap obat.
Kekurangpercayaan itulah yang membuat "pohon" industri jamu tetap kerdil membonsai, perputaran uangnya hanya Rp 2 triliun pertahun. Itu pun dibagi kepada 650 perusahaan pabrik jamu. Bandingkan misalnya, dengan omset obat industri farmasi yang tahun 2003 mencapai Rp 20 triliun untuk 260 perusahaan. Untung saja, jika bahan baku industri farmasi sekitar 30 persen merupakan bahan baku impor maka industri jamu 99 persen bahan bakunya berasal dari bumi Indonesia.
Struktur pangsa pasar jamu dan obat Indonesia berbeda terbalik seratus delapan puluh derajat dengan China. Di sana obat-obatan tradisional jauh lebih besar pangsa pasarnya daripada obat modern. Karena itulah, dengan CPOB semangat Irwan tumbuh kuat berusaha keras agar bisa menembus pasar China. Semangat menembus pasar China bermakna dua hal: Memasuki pangsa pasar obat-obatan tradisional China yang masih terbuka luas, serta sebagai peredam ampuh atas maraknya obat-obatan tradisional China yang dibawa oleh para sinshe ke Indonesia. Mudahnya Indonesia ditembus produk China sangat kontras dengan ketatnya pemerintah China melindungi industri obat-obatan tradisionalnya.
Irwan Hidayat sesungguhnya tak ingin mempersalahkan siapapun. Ia lebih suka mengembangkan cita-cita sendiri: Bagaimana menjadikan industri jamu sebagai bagian dari pembangunan sistem kesehatan nasional. Ia sedang merintis langkah untuk mendidik para pengobat, seperti halnya China mengembangkan pengobatan dengan cara mendidik para sinshe.
Diversifikasi produk Irwan Hidayat dengan Sido Munculnya belakangan sudah berhasil menembus pasar Hongkong. Ia kini tinggal berusaha lebih keras lagi memasuki China. Irwan harus bisa membuktikan bahwa produknya lebih baik dari yang dimiliki China. Keberhasilan menembus pasar negara asing akan menjadi gaung yang berbalik untuk meningkatkan kepercayaan pasar dalam negeri.
Irwan Hidayat telah melakukan banyak hal untuk memupuk kepercayaan pasar dalam negeri dimaksud. Dengan melakukan diversifikasi produk, misalnya. Irwan Hidayat mulai mengembangkan produk berdasarkan brand atau merek terutama untuk minuman kesehatan dalam bentuk serbuk. Irwan juga mulai gencar mengembangkan produk lain karena yakin potensi pasarnya masih besar, seperti produk mie instan, permen kesehatan, dan minuman kesehatan dalam bentuk cair. Tidak tanggung-tanggung, Irwan menggunakan publik figur terkemuka dari kalangan atas sebagai bintang iklan untuk mempromosikan produk jamunya.
C. Strategi Promosi Yang Diterapkan Oleh Irwan Hidayat dan Kepedulian Sosialnya
Strategi promosi yang diterapkan Irwan memang tergolong unik. Pasalnya, Irwan selalu mengambil bintang iklan dan public figure pada momen tertentu yang terjadi di tanah air. Tak hanya Mbah Marijan yang ditarik sebagai bintang iklan Sidomuncul, figur seperti Setiawan Djody, Rheinald Khasali sempat wara-wiri memperkenalkan produk-produk jamu Sidomuncul. Perlahan tapi pasti, dengan strategi promosi yang tepat, kesuksesan pun diraih oleh pria kalem ini.
Kesuksesan yang diraih Irwan bersama Sidomuncul memang tak membuat ia lupa pada nasib sebagian masyarakat Indonesia yang kurang beruntung. Berawal dari ketidaktegaan hatinya melihat orang-orang kurang beruntung tersebut, tangannya pun seringkali memberi sumbangan kepada warga yang kurang beruntung. Berbagai kegiatan amal, baik yang mengatasnamakan Sidomuncul maupun atas nama dirinya, kerap diadakan di berbagai daerah.
Bagi Irwan, tak ada batasan bagi dirinya untuk membantu masyarakat kurang mampu. Termasuk batasan agama atau pun suku. Tak heran, berbagai bantuan kerap diberikan Irwan bagi masyarakat di tempat yang terkena musibah. Alih-alih untuk promosi berbagai produk Sidomuncul, Irwan mengaku tetap melakukan kegiatan sosial semata-mata untuk membantu mereka yang memerlukan pertolongan. Setiap tahun, selalu ada saja kegiatan sosial yang dilakukan Sidomuncul. Sebagian besar kegiatan tersebut merupakan hasil dari idenya sendiri.
Untuk tahun 2006, Irwan telah mengeluarkan uang sumbangan sekitar Rp 5 miliar. Jumlah pengeluaran tersebut diakui Irwan digunakan untuk berbagai kegiatan sosial dan menyalurkan sumbangan bagi warga yang berhak. Salah satunya adalah untuk warga yang terkena musibah gempa beberapa waktu lalu. Selain itu, untuk mudik gratis yang diadakan setiap tahun, Irwan harus merogoh koceknya sejumlah Rp 2 milyar.
Irwan mengaku telah mengeluarkan jumlah uang yang sangat luar biasa untuk kegiatan sosial. Meski begitu, menurutnya kegiatan sosial yang dilakukan oleh setiap orang haruslah didasari dengan keikhlasan hati. Ia juga mengaku bahwa salah satu kelemahannya adalah jumlah uang yang terbatas meski itu dikeluarkan dari dari hati yang tulus dan ikhlas. Baginya keikhlasan itulah yang sangat sulit untuk dicari.
Kepeduliannya terhadap sesama sebetulnya muncul karena didikan orang tua dan neneknya sebagai pendiri Sidomuncul. Meski begitu, ada satu alasan yang membuat Irwan lebih banyak peduli terhadap kemiskinan dan ketidakberdayaan. Alasan tersebut adalah pengalaman yang sempat membuat hidupnya sangat sulit untuk dijalani. Masa-masa sulit yang dimaksud adalah pada saat ia menderita berbagai penyakit. Pada saat Irwan menginjak usia 20 tahun, ia menderita penyakit tipus, sehingga harus dirawat di rumah sakit selama hampir setahun. Berat badannya turun drastis hingga 32 kg dari berat semula, 50-an kiligram. Bahkan sekitar lima bulan setelah keluar rumah sakit, Irwan kemudian kembali menderita penyakit malaria. Tiga bulan kemudian, Irwan divonis dokter menderita radang paru-paru.
Tak hanya itu. Setelah sembuh dari radang paru-paru, ia juga divonis menderita penyakit ginjal, tekanan darah tinggi dan kencing manis. Namun, berkat usahanya yang keras untuk sembuh, Irwan akhirnya pulih dari berbagai penyakit yang dideritanya.
Depresi itulah yang membuatnya phobia terhadap penyakit. Setelah mengetahui bahwa ia sering sakit-sakitan, Irwan kemudian berusaha untuk sembuh. Ia banyak mengikuti kegiatan olahraga dan memutuskan untuk berhenti merokok dan minum minuman keras. Meski begitu, dari sakit itu pula, Irwan mendapatkan hikmah yakni ia tersadar untuk lebih serius menjaga kesehatan. Selain itu, Irwan juga sadar bahwa banyak orang kurang beruntung berada di sekelilingnya yang harus segera dibantu. Sejak saat itulah, Irwan getol memberikan bantuan kepada warga kurang mampu.
Kesimpulan
Irwan Hidayat merupakan inspirasi bagi kami. Sukses mengantarkan Sidomuncul sebagai salah satu perusahaan jamu terbesar di Indonesia dan kini bisa menjual atau dapat diterima produknya dalam pasar internasional, ternyata tidak membuat Irwan Hidayat lupa diri. Karena ia adalah sosok yang semangat dan pekerja keras dalam bekerja. Ia juga patuh terhadap orang tuanya, selalu memegang teguh petuah yang di berikan orang tua yang kini menjadi prinsipnya dalam mengelola perusahaan yaitu menjaga kerukunan antarsaudara dan bersikap baik terhadap karyawan dan tidak menyakiti hati mereka serta jujur dalam berbisnis. Melalui kisahnya, ia telah mengajarkan banyak hal bahwa disaat kita mengalami kegagalan, kita tidak boleh pantang menyerah dan harus mempunyai keyakinan bahwa setiap orang punya kesempatan. Ia juga mengajarkan bahwa kita tak boleh lupa diri saat kita berada pada kesuksesan. Kita harus membagi kebahagiaan kita dengan orang lain, dengan cara menolong sesama manusia, terutama orang yang kurang mampu. Kami juga kagum dengan kesederhanaan dari sosok Irwan Hidayat. Walaupun ia seorang presiden direktur, tetapi dengan kerendahan hati yang ia miliki, ia mau melepas jas dan dasi untuk keluar-masuk atau blusak-blusuk ke pasar-pasar tradisional yang pastinya beraroma khas tidak mengenakkan.
No comments:
Post a Comment